Balasan Putin, Dua Kali Aneksasi Dikacangin AS dan NATO: Akankah Ukraina jadi Ladang Perang Dunia III

25 Februari 2022, 11:32 WIB
Balasan Putin, Dua Kali Aneksasi Dikacangin AS dan NATO: Akankah Ukraina jadi Ladang Perang Dunia III //Russian Defence Ministry Press Service/

PORTAL JEPARA - Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina tak bisa dibaca secara tunggal, salah satunya karena konflik ini sudah berlangsung sejak bertahun-tahun lalu. 

Ukraina awalnya merupakan pecahan dari Uni Soviet yang resmi memerdekakan diri pada Agustus 1991.

Kemudian Ukraina tumbuh menuju negara demokratis. Hingga kini terhitung telah melaksanakan roda pemerintahan yang dijalankan oleh tujuh presiden.

Baca Juga: Recovery Tak Ideal, Persib Tetap Waspada Hadapi Persela Lamongan Malam Ini

Melansir YouTube Narasi Newsroom, jika selama tiga dekade merdeka, Ukraina mengalami dua gejolak besar-besaran. Keduanya punya pesan yang sama, yaitu menolak pengaruh dan intervensi Rusia, dan mendorong bergabung ke Uni Eropa serta NATO.

Dari hasil gelombang demonstrasi pertama, mereka berhasil memaksa presiden saat Itu, Leonid Kuchma politisi yang dekat dengan Kremlin, lengser dari jabatannya.

Rezim Kuchma dinilai sebagai pemerintahan yang korup dan kerap menyalahgunakan kekuasaan.

Baca Juga: Lirik Sholawat Allohuli Allahuli Nimal Wali - Ai Khodijah Latin Indonesia

Sedangkan gelombang massa kedua, kelak dikenal sebagai Revolusi Maidan, menewaskan 70 orang. Selain itu, dengan adanya tragedi ini membuat presiden kala itu, yang dekat pula dengan Rusia, Viktor Yanukovych, dimakzulkan.

la menyebut langkah itu percobaan kudeta, sebelum kemudian kabur dari Ukraina.

Presiden Rusia, Putin kerap mengeluarkan klaim bahwa Rusia dan Ukraina adalah satu identitas.

Baca Juga: Live Indosiar Jadwal Bola BRI Liga 1 PSM Makassar vs Bhayangkara FC Jumat 25 Februari 2022

Tentunya dengan klaim semacam itu yang banyak dipandang jadi justifikasi untuk melakukan hal-hal yang di luar batas. Salah satunya seperti menganeksasi Krimea.

Krimea merupakan daerah yang sebelumnya masuk teritori Ukraina, pada 2014. Proses aneksasi ini tergolong berdarah. Lebih dari 10 ribu orang tewas.

Upaya menguasai Ukraina kian gencar dilakukan Putin pasca-aneksasi. Aksi yang dilakukan beragam, mulai dari menyebarkan disinformasi hingga serangan siber yang membuat kerugian ekonomi cukup banyak.

Baca Juga: Jadwal BRI Liga 1 di Indosiar: Persib Bandung Vs Persela Lamongan Tayang Malam Ini 25 Februari 2022

Analis dan lembaga think tank menegaskan bahwa aksi Putin beberapa waktu terakhir telah mengindikasikan bahwa ia tak ingin kehilangan Ukraina yang ia anggap cenderung merapat ke Barat.

Dalam hal ini yang dimaksud adalah AS, Uni Eropa, dan NATO.

Bagi Rusia, kehilangan pengaruh atas Ukraina sama berarti potensi lenyapnya banyak hal, termasuk kekuatan ekonomi.

Baca Juga: The Batman Ungkap Latar Belakang Tragis dari The Riddler sang Antagonis Utama di Film Ini

Migas (minyak dan gas) di Ukraina masing-masing mencapai 395 juta barel dan 349 miliar meter kubik.

Ukraina juga memainkan peran strategis sebagai penyalur gas dari Rusia ke pasar Eropa.

"Ultimatum yang diberikan Rusia adalah bahwa ini bukan semata perkara mengamankan kepentingan mereka di Ukraina, tapi juga jadi pegangan bagi mereka untuk membangun keamanan di Eropa." Michael Kofman (66) Direktur Riset Studi Rusia CNA Virginia.

Rusia telah mengajukan permintaan resmi ke AS dan NATO mengenai posisi Ukraina.

Ukraina tak boleh masuk NATO, Pasukan NATO yang berada di kawasan Rusia mesti ditarik.

Dengan 2 permintaan yang dianggap tidak relevan, akhirnya permintaan tersebut ditolak.

AS maupun NATO sementara mewanti-wanti, jika Kremlin nekat menyerang Ukraina, maka aksi balasan bakal ditempuh.

Serangan penuh ke Ukraina, jika benar-benar benar-benar, maka diperkirakan mendatangkan dampak yang tak pernah dibayangkan sebelumnya.

Menurut kalkulasi yang terhitung, sekitar 50.000 orang akan tewas dan hampir 2 juta penduduk jadi pengungsi.

Itu sebabnya banyak pihak yang menyebut ‘Perang Dunia Ketiga’ jika sampai konflik bersenjata ini meletus.

Ketegangan kini kian kembali terjadi antara Ukraina dan Rusia. Hal tersebut jelas akan berdampak bagi negara lain.

Negara adidaya seperti AS, kini meminta warga negaranya untuk segera meninggalkan Ukraina secepatnya.

Negara lain yang mengikuti jejak AS adalah Inggris dan Jerman. Lalu bagaimana dengan Indonesia.

Indonesia sendiri sejauh ini, masih berjaga-jaga.  Hal ini didasarkan kepada laporan dai Judha Nugraha lewat keterangan pers, 10 Februari 2022 lalu.

"Berdasarkan laporan dari KBRI Kiev, saat ini [WNI di Ukraina] aman dan dalam kondisi normal."Kata direktur perlindungan WNI dan BHI Kemenlu.

Ada sekitar 100.000 pasukan Rusia telah dikerahkan ke wilayah perbatasan dekat Ukraina. Sebagaimana keterangan yang telah dikeluarkan oleh The New York Times February 2022.

Vladimir Putin, selaku presiden Rusia masih terus membantah bahwa negaranya akan menyerang Ukraina. Upaya diplomatik dilakukan agar skenario terburuk dapat dicegah.

Negara AS dan Prancis misalnya, mengajak Putin untuk berdialog. Namun, pada kenyataannya langkah tersebut tidak membuahkan hasil signifikan.***

Editor: Ambar Adi Winarso

Sumber: Narasi Newsroom

Tags

Terkini

Terpopuler