Saat itu jualannya laris manis digemari masyrakat keturunan Tionghoa yang memang menjadi salah satu basis di Kota Semarang.
Baca Juga: Pemain PSIS Semarang Ramai Bicara Sego Ruwet, Ini Resep Enak Sego Ruwet Semarangan
Di sisi lain, bersamaan saat itu ada dengan pedagang lokal ada Mbok Wasi, menjual mirip martabak milik Tjoa Thay Yoe, bedanya martabak Mbok Wasih diisi dengan campuran daging ayam cincang, udang dan telur dengan rasa manis.
Keduanya menjajakan dengan keliling dari gang ke gang di Kota Semarang tahun 1850 an. Persaingan keduanya dalam menggaet konsumen dilakukan secara sehat.
Saling kenal, keduanya akhirnya menikah pada tahun 1870, mereka lalu berkolaborasi menciptakan jajanan khas Semarang.
Menggabungkan kuliner fusion akulturasi budaya antara Tionghoa dan Jawa pada racikan lumpia. Melahirkan tren baru dengan menghilangkan isian daging babi dengan daging ayam dan telur.
Lebih berbeda lagi, isian daging itu lalu dipadankan dengan olahan rebung serta bumbu rempah yang menjadikan khas asli cita rasa lidah Semarangan. Sehingga tercipta rasa gurih, asin dan manis.
Berjalannnya wsaktu, sepeninggal Tjoa Thay Joe, resep lumpia asli Semarang diwariskan kepada putranya yaitu Siem Gwan Sing sebagai generasi kedua yang menikah dengan Tjoa Po Nio pada tahun 1930.
Di tangan genearsi kedua, lumpia menjadi primadona pada saat itu, baik oleh para warga Tionghoa, tenatar dan kolonial Belanda maupun penduduk pribumi.