Mahasiswa UGM Teliti Soal Santet, Hasilnya...

- 26 September 2021, 23:52 WIB
ILUSTRASI. Mahasiswa UGM Teliti Soal Santet.
ILUSTRASI. Mahasiswa UGM Teliti Soal Santet. /tangkapan layar Youtube @Rendi Treviana/



PORTAL JEPARA - Mahasiswa UGM yang tergabung dalam Tim PKM-RSH UGM melakukan penelitian soal santet.

Santet memang menjadi hal yang sangat kental di masyarakat maka mahasiswa UGM mencoba melakukan penelitian.

Begini hasil penelitian mahasiswa UGM soal santet. Penelitian ini berangkat dari fenomena beragamnya persepsi masyarakat mengenai santet.

Penelitian ini melibatkan berbagai pihak untuk diwawancara, analisis digital, serta analisis tekstual terhadap berbagai teks.

Baca Juga: Hukum Percaya Dukun, Jimat, dan Ramalan Dalam Islam, Berikut Hadits dan Maknanya

Tim PKM-RSH UGM yang terdiri dari Izza (Arkeologi 2019), Derry (Bahasa dan Sastra Indonesia 2019), Ana (Arkeologi 2019), Syibly (Psikologi 2018), dan Fadli (Sastra Jawa 2018) melakukan penelitian.

“Pemahaman masyarakat Indonesia secara umum terhadap santet dapat dibilang hanya sampai pada simpang siur tanpa adanya bukti valid. Minimnya pengetahuan terbukti valid itu bermuara pada terbentuknya beragam persepsi masyarakat. Mayoritas persepsi tersebut menilai santet sebagai suatu hal yang negatif dan sudah selayaknya ditinggalkan,” terang Izza sebagaimana dikutip dari laman ugm.ac.id, 16 September 2021.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Izza dkk. menunjukkan bahwa keberadaan santet dengan segala ruang praktik dan nalar positif dalam masyarakat Jawa terekam dalam peninggalan-peninggalan tekstual seperti manuskrip dan aktivitas manusia pada waktu itu.

Secara tekstual kata santet tidak ditemukan dalam manuskrip. Kata yang memiliki hubungan erat dengan santet adalah kata sathet (dalam Serat Wedhasatmaka tahun 1905) yang berarti ‘jenis pesona dengan menggambar’.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan Izza dkk. dengan Dosen FIB UGM, Wisma Nugraha, C.R., M.Hum, meskipun secara tekstual kata santet tidak terdapat dalam beberapa manuskrip sebagai objek kajian data, hal ini dirasa wajar sebab dalam kasusastran Jawa santet merupakan akronim dari mesisan kanthet dan mesisan benthet.

Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan Perdunu (Persatuan Dukun Nusantara), masyarakat Jawa khusunya Banyuwangi terungkap bahwa sifat dari santet adalah membuat sesuatu menjadi rekat sekalian (mesisan kanthet) ataukah justru sebaliknya yaitu membuat sesuatu menjadi retak atau pecah sekalian (mesisan benthet).

Baca Juga: Ini Dia Sabun Minyak Jelantah Ala Mahasiswa UGM

Tim PKM-RSH UGM mencoba mengangkat kembali konsep nilai positif santet yang sudah mengalami pergeseran dan marginalisasi di era modern sekarang ini.

Rekontekstualisasi nilai-nilai santet perlu dilakukan dengan tujuan menyelaraskan konsep santet dulu dengan sekarang serta membebaskan santet dalam ruang nalar yang salah akibat marginalisasi dan politisasi ideologi yang berkepentingan.

Patut kiranya santet dipandang sebagai kekayaan intelektual bangsa yang perlu kita pahami dengan arif dan bijaksana sehingga tidak ada lagi marginalisasi antar budaya. ***

Editor: Endro Anung S

Sumber: ugm.ac.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah